Patologi Birokrasi: Sebab dan Implikasinya bagi Kinerja Birokrasi Publik



Patologi Birokrasi:
Sebab dan Implikasinya bagi Kinerja Birokrasi Publik

 
     Pada dasarnya patologi merupakan sebuah penyakit  dalam ilmu kedokteran yang melekat pada diri manusia  yang terletak pada organ yang berfungsi sehingga  menyebabkan organ tersebut tidak berfungsi lagi. Begitu   juga dengan patologi birokrasi merupakan sebuah  penyakit  yang ada dalam birokrasi negara munculnya  disebabkan oleh perilaku para birokrat  dan juga kondisi  yang membuka kesempatan untuk melakukan hal yang  membuat penyakit kepada birokrasi.


   Birokrasi akan menjadi semakin parah dengan budaya paternalistis masyarakat yang bisa memperkuat dampak negatif dari struktur birokrasi, sistem politik yang tidak demokratis sehingga sumber daya kekuasaan terkonsentrasi pada pemerintahan dan birokrasinya. Dengan keadaan seperti itu maka dapat menyebabkan birokrasi menjadi gagal menjalankan perannya sebagai instusi penyelenggara pelayanan publik. Dalam  sistem politik yang tidak demokratis sangat sulit untuk mencegah penyakit yang ada dalam birokrasi karena kekuasaan terkonsentrasi pada pemerintahan dan birokrasi dan juga masyarakat tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melihat gerak gerik kekuasaan pemerintah dan perilaku birokrasi, maka dari kejadian inilah terlihat bahwa pengguna layanan birokrasi berada pada posisi yang sangat lemah ketika berhadapan dengan birokrasi dan pejabatnya.

             Masyarakat Indonesia berbeda dengan masyarakat yang ada di luar negeri, masyarakat luar negeri/barat sudah sangatlah kuat dan rasional memiliki tradisi demokrasi dan kelompok masyarakat madani yang kuat, sehingga terkadang di barat cukup susah untuk mendapatkan penyakit dalam birokrasi sebagaimana yang terjadi di Indonesia. Budaya masyarakat yang rasional sulit untuk menumbuhkan penyakit didalam birokrasi, karena kalau pejabat-pejabat yang ada dibarat memperlakukan bawahannya dengan tidak baik akan memperoleh teguran atau koreksi dari nilai-nilai budaya yang ada. Nilai budaya masyarakat  barat yang rasional, sistem politik yang demokratis, dan masyarakat sipil yang kuat dapat menjadi penghadang bagi tumbuhnya paternalistis pada perilaku aparatur birokrasi. Sistem politik yang tidak demokratis cenderung akan menimbulkan perilaku birokrasi paternalistis yang akan membuat kerugian kepada publik.

            Perilaku birokrasi paternalistis itu terjadi karena adanya interaksi yang intensif antara struktur birokrasi yang hierarkis dan budaya paternalistis yang berkembang dalam masyarakat. Ketika birokrasi seperti itu beroperasi dalam masyarakat yang memiliki budaya paternalistis maka yang dilihat bukan pada prestasi kerja melainkan dilihat pada loyalitas seorang pejabat kepada atasannya, hal itu dikarenakan seorang atasan lebih dominan jebatannya daripada bawahannya. Persoalan seperti ini lebih komplek karena konsentrasi kekuasaan ada pada pemimpinnya, seorang pimpinan mempunyai kekuasaan mengambil berbagai keputusan sedangkan bawahan cenderung diposisikan sebagai pelaksana saja. Disini terlihat bahwa penempatan atasan sebagai pusat bagi kehidupan birokrasi publik sebagai karakteristik yang paling menonjol dalam kehidupan masyarakat paternalistis.

            Banyak kesalahpahaman dalam memahami terjadinya penyakit birokrasi, dengan kesalahpahaman dalam memahami terjadinya penyakit birokrasi memiliki implikasi penting terhadap efektivitas dari kebijakan pemberantasan penyakit birokrasi. Pemerintah gagal dalam mereformasi birokrasi publik terkadang karena kesalahpahaman yang terjadi seperti itu. Dimana pemerintah sebenarnya harus lebih mementingkan masyarakat daripada dirinya sendiri karena hal seperti itu dapat merugikan masyarakat sebab birokrasi dibentuk bukan untuk mengabdi pada kepentingan para birokrat atau atasan, melainkan untuk mengabdi kepada kepentingan publik.

            Masih banyak penyakit birokrasi yang terjadi dalam pemerintahan yang hampir ditemukan di setiap birokrasi publik yang ada. Misalnya seperti pembengkakan anggaran, dalam perencanaan anggaran, para pejabat birokrasi selalu melebihkan anggaran yang diusulkan bahkan lebih dari kebutuhan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan. Anggaran merupakan sesuatu yang menjadi kekuatan penggerak bagi kehidupan birokrasi, maka dari itu para pejabat birokrasi melakukan berbagai macam upaya untuk mendapatkan profit dan juga untuk memperbesar anggaran. Praktik pembengkakan anggaran ini dilakukan secara sengaja untuk memenuhi kebutuhan negatif maupun positif dengan cara yang tidak semestiya dilakukan, untuk bertahan hidup. Hal ini terjadi bukan hanya karena kelemahan pada level pelaksanaan yang terjadi, tetapi juga termasuk kelemahan dalam menerjemahkan konsep mengenal anggaran kinerja pada peraturan yang terdapat dalam perundangan.

            Bentuk lainnya dari penyakit birokrasi membuat prosedur yang berlebihan, padahal sebenarnya para pejabat birokrasi harus mengembangkan prosedur yang telah ada yang rigid dan komplek, dan juga harus ditaati oleh para pejabat birokrasi yakni harus melayani publik secara profesional dan bermartabat. Semakin banyaknya prosedur dalam birokrasi bisa juga disebabkan oleh kecenderungan birokrasi unruk mengembangkan sistem kontrol terhadap warga negara agar patuh pada aturan main dalam kehidupan bernegara seperti yang telah diatur oleh pemerintah. Sebenarnya telah diatur sejak masa birokrasi kolonial hingga sekarang masih diterapkan  warisan pemerintah kolonial tersebut, itu sengaja dikembangkan oleh pemerintah pada saat itu untuk mempertahankan kelangsungan kekuasaannya. Pada saat itu misi utama birokrasi adalah mempertahankan kekuasaan dan mencegah munculnya kekuatan-kekuatan yang dapat membahayakan kelangsungan kekuasaannya. Birokrasi kolonial mewariskan ketidakpercayaan atau kecurigaan, dengan berkembangnya warisan tersebut mendorong birokrasi dan para pejabatnya untuk menempatkan warga negara sebagai pihak yang cenderung melakukan moral hazard.

            Menurut hemat saya, penyakit yang terjadi dalam birokrasi disebabkan oleh kelalaian pejabat birokrasi dalam mencerna prosedur yang telah ditetapkan dalam birokrasi yang sebenarnya. Dalam birokrasi sebenarnya birokrasilah yang melayani masyarakat dengan cara yang lebih baik dan juga profesional, para pejabat birokrasi tersebut melayani dari awal hingga akhir atentang apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tetapi kita lihat dalam birokrasi yang terjadi sekarang ini tidaklah berjalan sesuai dengan rancangan prosedur yang telah ada, sekarang sudah terbalik melayani yakni masyarakat yang harus melayani pejabat birokrat bahkan masyarakat rela mengeluarkan uang dengan banyak untuk mendapat informasi yang dibutuhkan secara akurat.

            Masalah penyakit birokrasi ini bukanlah hal yang melainkan selalu turun temurun dari birokrasi kolonial sampai sekarang. Dengan banyaknya pejabat birokrasi yang paternalistik maka semakin meningkat pula penyakit dalam birokrasi, karena paternalistis tersebut menganggap diri pejabat tersebut memiliki pangkat, memiliki kekuasaan dan harus dihormatai oleh orang hal seperti ini merupakan salah satu penyakit birokrasi.  Memang sebenarnya kekuasaan dan kewenangan manusia yang terkait dalam sebuah birokrasi memiliki tingkatan yang berbeda-beda, semakin tinggi posisi seseorang maka kekuasaan dan kewenangan semakin besar dan terkadang menganggap dirinya lebih daripada bawahannya, akan tetapi penyelesaian dalam berbagai aktivitas semakin kecil. Demikian pula sebaliknya bila posisi seseorang semakin rendah,  semakin kecil pula kekuasaan dan kewenangan yang di miliki, tetapi semakin besar tanggung jawab penyelesaian aktivitas. Kejadian seperti ini dalam birokrasi mendorong manusia untuk berusaha menciptakan kemampuan untuk dapat merebut kekuasaan dan kewenangan yang lebih tinggi. Maka disini terlihat bahwa penyakit dalam birokrasi terus menerus berjalan bahkan seperti tidak ada habisnya sehingga yang menerima dampaknya adalah rakyat atau pengguna layanan dari birokrasi tersebut.

            Dengan banyaknya penyakit dalam birokrasi, berarti disini kita perlu penanggulangannya untuk menjadi birokrasi lebih baik dalam hal memberikan pelayanan, dengan cara cepat menanggapi persoalan masyarakat. Mungkin dengan memberikan atau mengembang kebijakan yang menyeluruh kepada masyarakat akan menjadikan masyarakat puas terhadap birokrasi yang ada, menyeluruh disini yakni kebijakan yang bisa menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat sampai kepada budaya dalam suatu masyarakat, dan juga bisa dilakukan dengan cara memberlakukan sistem politik yang demokratis yang mampu mengontrol jalannya pemerintahan dengan tujuan agar pemerintah lebih transparan, tanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan dan masyarakat dengan mudah mengakses informasi publik. Makan, dengan menerapkan hal diatas masyarakat lebih bisa mendapatkan informasi sesuai dengan harapan mereka, walaupun belum sesuai seperti yang diinginkan sepenuhnya.





Labels: ESSAY

Thanks for reading Patologi Birokrasi: Sebab dan Implikasinya bagi Kinerja Birokrasi Publik. Please share...!

0 Comment for "Patologi Birokrasi: Sebab dan Implikasinya bagi Kinerja Birokrasi Publik"

Back To Top