MAKALAH PENDEKATAN FILOSOFIS DALAM KAJIAN ISLAM


PENDEKATAN FILOSOFIS DALAM KAJIAN ISLAM

DISUSUN
OLEH:


PUTRI MARZANIAR (160802053)
RIKA(160802044)
BENY HERNANDA (160802050)
MUHAMMADIN (160802054)

DOSEN PEMBIMBING
Dr. INAYATILLAH, S.Ag., M.Ag.
PENDEKATAN FILOSOFIS DALAM KAJIAN ISLAM

UIN AR-RANIRY DARUSALLAM BANDA ACEH
TAHUN AJARAN 2017/2018







 KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa. Hanya berkat rahmat, taufiq dan hidayah-NYA, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar, baik dan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tersanjungkan kepangkuan Rasululloh Saw. beserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya yang telah membawa kita dari jalan yang gelap gulita ke jalan yang terang benderang ke jalan agama islam.
Penulisan makalah ini guna melengkapi / memenuhi salah satu tugas mata kuliah “METODOLOGI STUDI ISLAM”. Dengan terselesaikannya makalah yang berjudul “Pendekatan Filosofis dalam Kajian Islam” penulis dengan ikhlas menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya baik langsung maupun tidak langsung khususnya kepada dosen pembimbing Mata Kuliah“METODOLOGI STUDI ISLAM”, Ibu. Dr. Inayatillah, S.Ag., M.Ag.
Sebagai manusia biasa yang tak lepas dari kekhilafan, demi perbaikan makalah ini selalu di harapkan kritik dan saran dari semua pihak. Semoga makalah ini bermafaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Akhirul kalam semoga segala usaha kita dalam peningkatan mutu pendidikan mendapat ridho dari Allah SWT amin.








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................   i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB. I PENDAHULUAN..................................................................................................   1
      A.    Latar Belakang........................................................................................................   1
      B.     Rumusan Masalah...................................................................................................   1
      C.     Tujuan Penulisan.....................................................................................................   1
BAB. II PEMBAHASAN...................................................................................................   2
      A.    Pengertian Pendekatan Filosofis.............................................................................   2
      B.     Pendekatan Filosofis Dalam Kajian Islam..............................................................   3
BAB. III PENUTUP.............................................................................................................. 8
      A.    Kesimpulan................................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 9








BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar belakang

Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Seiring perubahan waktu dan perkembangan zaman , agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia. agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar di sampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.

Melihat kenyataan semacam ini, maka diperlukan rekonstruksi pemikiran keagamaan, khususnya berkaitan dengan berbagai pendekata-pendekatan. Islam bagaikan sebuah bola yang mengapung di atas air, permukaannya yang menyentuh air hanya sepersepuluh, kita tidak bisa mengetahui bola itu secara utuh hanya dari sepersepuluh yang mengapung di atas air tersebut. Begitu pula dengan Islam, Islam bukan monodimensi tapi multidimensi, jika ingin memahaminya secara menyeluruh walau kelak tidak akan pernah mencapai finalitas keimanan kita, tetapi usaha untuk memahaminya itu lebih penting, kita perlu memahami Islam melalui berbagai dimensi dan dengan berbagai pendekatan. Salah satunya dengan pendekatan filosofis. Menggunakan filsafat dalam mengkaji Islam ibarat menjadikan filsafat sebagai pisau analisis untuk membedah Islam secara mendalam, integral dan komprehensif untuk melahirkan pemahaman dan pemikiran tentang Islam.

B.            Rumusan Masalah
Mengacu pada kerangka pemasalahan di atas, maka penulis dalam makalah ini mencoba menjelaskan tentang:
A.  Bagaimana yang dimaksud dengan pendekatan filosofis ?
B.  Bagaimana pendekatan filsafat dalam kajian islam?

C.           Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:
A.  Agar mahasiswa mengetahui tentang pendekatan filosofis.
B.  Agar mahasiswa mengetahui tentang pendekatan filsafat kontemporer dalm kajian islam.








BAB II
         PEMBAHASAN


A.           Pengertian Pendekatan Filosofis

Pendekatan dari sudut terminologi adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dari keterangan di atas, dapat kita pahami bahwa pendekatan terhadap objek pengkajian perlu dimasyarakatkan guna mendapatkan keterangan ilmiah seiring dengan tuntunan zaman. Maka salah satu untuk mengkaji studi islam adalah dengan melalui pendekatan-pendekatan. Adapun yang dimaksud pendekatan disini adalah cara pandang atau pradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Filsafat sebagai salah satu bentuk metodologi pendekatan keilmuan, sama halnya dengan cabang keilmuan yang lain.  

Filsafat pada dasarnya adalah pertanyaan atas segala hal yang “ada”. Pertanyaan akan muncul tentu dengan berpikir, berpikir pasti menggunakan akal. Dan filsafat juga bisa dikatakan sebagai upaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah mengenai segala sesuatu yang ada dengan memanfaatkan atau memberdayakan secara penuh akal budi manusia yang telah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Pendekatan filosofis yang demikian sebenarnya sudah banyak digunakan oleh para ahli. Misalnya dalam buku berjudul Hikmah Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al-Jurjawi, di dalam buku tersebut ia berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik ajaran-ajaran agama Islam. Ajaran agama dalam mengajarkan agar shalat berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Dengan mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar dan menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan, dan berbagai contoh lainnya.[1]

Filsafat sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara lain dengan tiga ciri, diantaranya:
1.    Kajian, telaah dan penelitian filsafat selalu terarah kepada pencarian atau perumusan ide-ide dasar atau gagasan yang bersifat mendasar-fundamental (fundamental ideas) terhadap objek persoalan yang dikaji. Ide atau pemikiran fundamental biasanya diterjemahkan dengan istilah teknis kefilsafatan sebagai “al-falsafatu al-ula”, substansi, hakekat atau esensi. Pemikiran fundamental biasanya bersifat umum (general), mendasar dan abstrak.
2.    Pengenalan, pendalaman persoalan-persoalan dan isu-isu fundamental dapat membentuk cara berpikir kritis (critical thought).
3.    Kajian dan pendekatan falsafati yang bersifat seperti dua hal diatas, akan dapat membentuk mentalitas, cara berpikir dan kepribadian yang mengutamakan kebebasan intelektual (intellectual freedom), sekaligus mempunyai sikap toleran terhadap berbagai pandangan dan kepercayaan yang berbeda serta terbebas dari dogmatisme dan fanatisme.

Mengkaji Islam secara filosofis, akan menjadikan segala sesuatu disandarkan kepada konteks baik itu berupa kebaikan sosial, local wisdom, social impact, rasionalitas dan lain-lain (تكيف). Ia juga akan bersandar pada analisa rasio manusia, yang akan bersifat relatif. Kegiatan berfilsafat menurut Louis O. Kattsoff adalah kegiatan berpikir secara:
·      Mendalam: dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas akal tidak sanggup lagi.
·      Radikal: sampai ke akar-akar nya sehingga tidak ada lagi yang tersisa.
·      Sistematik: dilakukan secara teratur dengan menggunakan metode berpikir tertentu.
·      Universal: tidak dibatasi hanya pada satu kepentingan kelompok tertentu, tetapi menyeluruh.[2]

Filsafat untuk mengetahui berbagai hakikat dari segala sesuatu, begitu pula ketika ia dipakai dalam mengkaji Islam, tidak selalu mencapai hasil yang maksimal, yang terpenting adalah upaya (memanfaatkan hasil usaha), yang akan membuat suatu perubahan ke arah yang lebih baik lagi atau kemajuan. Manfaat yang bisa didapat ketika seseorang menggunakan pendekatan filosofis dalam kajian nya adalah Agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama.


B.            Pendekatan filosofis dalam kajian islam.

Agama islam memberikan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap akal, tidak sedikit ayat-ayat al Quran yang mengajurkan dan mendorong supaya manusia banyak berpikir dan menggunakan akalnya. Semuanya bentuk ayat-ayat tersebut mengandung anjuran, dorongan bahkan memerintahkan kepada pemeluknya untuk berfilsafat.

Manusia adalah makhluk berfikir, yang dalam segala aktifitas kehidupannya selaluu berujung kepada mencari kebenaran tentang sesuatu. Misalnya dalam mencari jawaban tentang hidup, berarti dia mencari kebenaran tentang hidup. Jadi dengan demikian manusia adalah makhluk pencari kebenaran, dalam proses mencari kebenaran ini manusia menggunakan tiga instrumen, yaitu dengan agama, filsafat dan dengan ilmu pengetahuan. Antara ketiganya mempunyai titik persamaan, dan titik singgung.

Sikap keberagamaan mewajibkan pengikutnya untuk memahami dua hal yaitu aspek normatif (wahyu) dan aspek historis ( bagaimana wahyu tersebut hadir) JIKA INGIN keagamaan yang sempurna. pemahaman sepihak tidak memungkinkan karena akan menjadikan keberagamaan bersifat ekstrem. aspek normatif mengharuskan dan terkait erat dengan historisitas, karena kehadirannya berhubungan dengan waktu, tempat dan sasaran yang semua itu berdemensi sejarah. sementara aspek historis tidak mungkin meninggalkan wahyo terutama ketika berkaitan dengan perilaku keagamaan pemeluknya.maka salah satu unsur pokok yang berfungsi sebagai penghubung di antara keduanya daalah pendekatan filosofis dalam pemahaman dan studi keagamaan.[3]

Membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat signifikan.

Kata takdir (taqdir) terambil dari kata qaddara berasal dari akar kata qadara yang berbarti mengukur, memberi, kadar atau ukuran. Jika dikatakan bahwa Allah telah menakdirkan sesuatu, harus dipahami dalam makna Allah telah menetapkan ukuran, kadar, batas tertentu terhadap sesuatu itu. Takdir dapat juga diterjemahkan sebagai sistem hukum ketetapan Tuhan untuk alam raya atau singkatnya disebut sebagai hukum alam. Sebagai “hukum alam” maka tidak ada satupun gejala alam yang terlepas dari Dia, termasuk amal perbuatan manusia. pengertian ini dapat dilihat pada firman Allah yang artinya, Dan Dia diciptakan segala sesutau, maka dibuat hukum kepastiannya sepasti-pastinya. Kesan yang sama juga dapat diperhatikan pada ayat-ayat berikut ini:
Artinya: Dan matahari beredar pada tempat peredarannya . demikianlah takdir (taqdir) yang telah ditentukan Allah SWT Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(QS.yasiin:38).

Takdir ilahi pada hakikatnya adalah hukum Ilahi yang berlaku pada seluruh alam semesta. bisa disimpulkan bahwa takdir pada manusia bermakna kebebasan moral, suatu kualitas atau sikap pribadi yang tidak bergantung pada dan ditentukan di luar dirinya. Dengan penjelasan di atas, jelaslah bahwa takdir itu bermakna ketentuan, ketetapan, batasan, dan ukuran. Pada alam, ukuran dan ketetapan tersebut bersifat pasti sedangkan pada manusia bermakna hukum-hukum Tuhan yang universal.[4]

Djohan Effendi membedakan takdir menjadi dua yaitu takdir Ilahi berkenaan dengan alam (non manusia) dan takdir yang berlaku pada manusia. Takdir Ilahi yang berlaku pada alam, bersifat pasti dan berbentuk pemaksaan, sedangkan pada manusia tidak demikian. Di dalam Al-Qur'an, kata-kata takdir yang digunakan mengacu pada benda-benda alam (non manusia) yang bermakna kadar, ukuran dan batasan. Matahari beredar pada porosnya, ini adalah ukuran atau kadar untuk matahari sehingga ia tidak dapat keluar dari ukuran tersebut. Api telah ditetapkan ukurannya untuk membakar benda-benda yang kering, inilah batasan atau takdir bagi api. Air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan tidak bisa sebaliknya. Inilah ukuran dan batasan pada air.

Sedangkan yang berkenaan dengan manusia, takdir bukanlah belenggu wajib yang menentukan untung atau malangnya seseorang, membedakan manusia sebagai orang baik atau orang jahat dalam pengertian moral dan agama, melainkan lebih pada hukum atau tata aturan Ilahi yang mengikat dan mengatur kehidupan manusia, jasmani dan rohani, baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial. Sebagai contoh, tidak ada manusia di muka bumi ini yang telah ditetapkan Tuhan menjadi jahat atau baik, sehingga ia tinggal menjalaninya saja tak ubahnya seperti robot. Kalaupun pada akhirnya ia menjadi jahat atau baik, itu merupakan keputusan yang diambilnya sendiri, dan penyebabnya adalah hal-hal yang terdapat di dalam dirinya dan bukan di luar dirinya.

Jamali Sahrodi menyebutkan ada tiga jenis pendekatan filsafat modern yang digunakan dalam kajian studi Islam yaitu : Pendekatan Hermeneutika, Pendekatan Teologi-Filosofis, dan Pendekatan Tafsir Falsafi.

1.    Pendekatan Hermeneutik
Hermeneutika dapat didefinisikan sebagai tiga hal : (1). Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata, menerjemahkan dan bertindak sebagai penafsir. (2). Usaha mengalihkan dari suatubahasa asing yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa dimengerti oleh si pembaca, dan (3). Pemindahan ungkapan pikiran yang kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.
Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna dalam kata, kalimat dan teks. Hermeneutika juga berfungsi menemukan instruksi dari simbol. Salah satu kajian penting hermeneutik adalah bagaimana merumuskan relasi yang pas antara nash (text), penulis atau pengarang (author), dan pembaca (reader) dalam dinamika pergumulan penafsiran/pemikiran nash termasuk dalam nash-nash keagamaan dalam Islam. Istilah hermeneutika dalam hal ini dimaksudkan sebagai kegiatan memahami kitab-kitab suci yang dilakukan para agamawan.
2.    Pendekatan Teologis-Filosofis
Kajian keislaman dengan menggunakan pendekatan teologi-filosofis bermula dari kemunculan pemahaman rasional di kalangan mutakallimin (ahli kalam) di kalangan umat islam, yakni Mazhab Mu’tazilah. Kemunculan gerakan mu’tazila merupakan tahap yang teramat penting dalam sejarah perkembangan intelektual Mu’tazilah menyodorkan konsep – konsep teologi (ilmu kalam) dengan berbasiskan metodologi dan epistemologi. Kehadiran mazhab teologi rasional ini berupaya memberikan jawaban-jawaban dengan pendekatan filosofis atas doktrin-doktrin pokok Tauhid yang pada saat itu tengah menjadi materi-materi perdebatan dalam blantika pemikiran Islam.
3.    Pendekatan Tafsir Falsafi
Al-Dzahabi, sebagaimana dikutip Jamali Sahrodi, menjelaskan bahwa tafsir falsafi adalah penafsiran ayat-ayat al- Qur`an berdasarkan pendekatan-pendekatan filosofis, baik yang berusaha untuk mengadakan sintesis dan sinkretisasi antara teori-teori filsafat dengan ayat-ayat al- Qur`an maupun yang berusaha menolak teori-teori filsafat yang dianggap bertentangan dengan ayat-ayat al- Qur`an. Timbulnya tafsir jenis ini tidak terlepas dari perkenalan umat Islam dengan filsafat Hellenisme yang kemudian merangsang mereka untuk menggelutinya kemudian menjadikannya sebagai alat untuk menganalisis ajaran-ajaran Islam, khususnya al- Qur`an.Tafsir filsafi juga diartikan sebagai suatu tafsir yang bercorak filsafat.
Selain tiga model pendekatan filsafat dalam kajian Islam yang telah disebut di atas, Tasawuf Falsafi juga bisa disebut sebagai disiplin kajian berpendekatan filsafat. Tasawuf falsafi, atau biasa juga disebut tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antar visi misi dan visi rasional sebagai pengasasannya. Tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.








  


BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
·      Berpikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dipahami secara seksama. Filsafat sebagai pendekatan keilmuan setidaknya ditandai antara lain dengan tiga ciri, diantaranya: Kajian, Pengenalan, Kajian dan pendekatan falsafati. Membawa pendekatan filosofis dalam tataran aplikasi kita tidak bisa lepas dari pengertian pendekatan filosofis yang bersifat mendalam, radikal, sistematik dan universal. Karena sumber pengetahuan pendekatan filosofis rasio, maka untuk melakukan kajian dengan pendekatan ini akal mempunyai peranan yang sangat signifikan.
·      Terdapat tiga jenis pendekatan filsafat modern yang digunakan dalam kajian studi Islam yaitu: Pendekatan Hermeneutika, Pendekatan Teologi-Filosofis, dan Pendekatan Tafsir Falsafi. Selain tiga model pendekatan filsafat dalam kajian Islam yang telah disebut di atas, Tasawuf Falsafi juga bisa disebut sebagai disiplin kajian berpendekatan filsafat. Tasawuf falsafi, atau biasa juga disebut tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antar visi misi dan visi rasional sebagai pengasasannya. Tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.









DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Amin. 2000. Antologi Studi Islam: Teori & Metodologiii. Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press. Nata, abudin. 2010. Metodologi Studi islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat Dan Metafisika Dalam Islam. Yogyakarta:Narasi.





[1] Abudin Nata, Metodologi Studi islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 43.
[2] Amin Muhammad Abdullah, Antologi Studi Islam:Teori&Metodologiii (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press,2000),. Hlm. 83.
[3] Muhammad  Sholikhin, Filsafat Dan Metafisika Dalam Islam (Yogyakarta:Narasi, 2008),. Hlm.75.
[4] Ibid., hlm. 91.






5 Soal UTS Tentang Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia


Mata kuliah   : Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Jurusan          : Ilmu Administrasi Negara

Ujian Tengah Semester
Pertanyaan :

1.    Mengapa Administrasi Negara dapat dikatakan sebagai sebuah sistem ?
2.    Jelaskan sejarah perkembangan administrasi negara di Indonesia !
3.    Pada paradigma berapa administrasi negara dipisahkan dari ilmu politik ? mengapa terjadi perpisahan ?
4.    Jelaskan perbedaan antara sistem pemerintahan presidensial, parlementer,  komunis dan campuran, berikan contohnya !
5.    Salah satu yang terjadi kajian dalam sistem administrasi negara adalah kelembagaan aparatur pemerintahan. Jelaskan struktur ketatanegaraan lembaga aparatur pemerintahan sebelum dan sesudah terjadinya amandemen UUD 1945 !

5 soal tentang siatem administrasi negara indonesia
Jawaban :

1.    Administrasi negara dikatakan sebagai sebuah sistem karena jika kita melihat pada pengertian sistem itu sendiri merupakan suatu cara atau metode, suatu tutoritas jaringan ataupun susunan dan setiap metode dirumuskan secara teratur terdiri dari berbagai kompenen, elemen,unsur, dan saling berkaitan antara satu dengan lainnya sehingga mampu membentuk suatu kerja sama dan kesatuan yang utuh, misalnya : sistem dalam tubuh manusia, apabila salah satu dari sistem tersebut tidak berfungsi seperti jantung maka mustahil manusia bisa hidup atau berjalan, inilah yang dimaksud ketergantungan antara satu sitem dengan sistem lainnya. Sistem apabila dilihat dari sifatnya sistem bisa dibedakan yaitu, abstrak dan konkrit, ilmiah dan buatan, tertutup dan terbuka, hidup dan tidak hidup, sederhana dan kompleks. Oleh karena itu, sebagai sebuah sistem administrasi negara memiliki sifat tertentu :
·      Abstrak dikarenakan tidak bisa dilihat dan tidak memiliki wujud tetapi bisa dirasakan,
·      Buatan manusia sistem administrasi negara dibuat/ dirancang, dilaksanakan dan dikendalikan oleh manusia sendiri,
·      Terbuka sistem administrasi negara peka terhadap lingkungan apa dampak bagi lingkungannya baik dilingkungan sosial maupun fisik,
·      Hidup sistem administrasinya berkembangan terus secara pesat dikarenakan sifatnya yang terbuka dan
·      Komplek didalamnya terdapat berbagai komponen/subsistem sehingga terjadinya hubungan antara sub satu dengan sub sistem lainnya dan juga tutoritas yang berintegrasi dengan sub lainnya.
Oleh sebab itu, administrasi negara dikatakan sebagai sebuah sistem karena :
·         Administrasi negara terdiri dari berbagai sub sistem diantaranya : tugas pokok, fungsi kelembagaan, ketatalaksanaan, kpegawaian, sarana dan prasarana. Sub sitem tersebut saling berkaitan dengan sub lainnya, jika tidak maka tidak akan terjadi suatu keutuhan yang utuh dalam pelaksanaannya.
·         Berintegrasi dengan sistem lainnya seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, agama dan lainnya. Ketergantungan dengan sistem politik , ekonomi dan lainnya akan memudahkan dalam kerja sama dan mencapai tujuan bersama yang telah direncanakan.
·         Berintegrasi dengan ekosistem seperti : geografi, demografi, dan kekayaan alam disekitarnya. Adanya kebutuhan/ hubungan dengan alam dalam pelaksanaanya, baik itu dampak untuk lingkungan sekitarnya lingkungan sosial maupun fisik maka dengan itu administrasi akan berkembang dengan pesat bersamaan dengan perkembangan lingkungan disekitarnya.


2.    Sejarah perkembangan administrasi di Indonesia
·      Sebelum proklamasi
Dalam perkembangan administrasi di Indonesia, tidak terlepas dari para penjajah yang telah mendiami Indonesia selama berabad-abad, bangsa Indonesia tidak pernah diberi kesempatan untuk ikut terlibat dalam praktek administrasi negara. Oleh karena itu, bangsa indoneisa tidak ada pengalaman sama sekali dalam praktek administrasi negara. Yang menjalankan administrasi pada masa tersebut adalah penjajah dan hanya bangsawan kaya saja yang dilayani dalam pelaksanaan administrasinya. Adapun dasar-dasar administrasi yang ditanamkan belanda saat itu adalah :
1.    Membentuk suatu Badan Pemeriksa Keuangan (Generale Rekenkamer) yang bertugas memeriksa semua penerimaan dan pengeluaran uang negara.
2.    Membentuk Inspeksi-inspeksi Pajak di berbagai tempat.
3.    Membentuk sistem pemerintahan wilayah: propinsi, keresidenan, kabupaten, distrik, kecamatan, dan kemantren, masing-masing dikepalai oleh seorang Pejabat Negeri resmi.
4.    Membentuk sistem kepolisian, sistem kejaksaan, dan sistem peradilan modern, dan lain sebagainya.
Adapun dasar dasar administrasi yang ditanamkan jepang di Indonesia adalah pembentukan RW dan RT. inilah dasar-dasar administrasi yang masih diadopsi sampai sekarang oleh bangsa indonesia.
·      Pasca kemerdekaan
Indonesia banyak mengadopsi sistem administrasi Amerika, dikarenakan setelah kemerdekaan indonesia, dimana dulunya yang menjalankan administrasi hanyalah penjajah tidak melibatkan bangsa indonesia dalam pelaksanaannya. Bangsa indonesia tidak tahu menahu tentang sistem administrasi tersebut, setelah kemerdekaan Soekarno meminta 2 orang ilmuan administrasi dari Amerika untuk meneliti dan mengajarkan administrasi di Indonesia, sehingga lahirlah LAN , dan seiring dengan perkembangan zaman administrasi mengalami perkembangan hingga lahirlah di UGM jurusan ilmu usaha negara. Dan perkembangan administrasi negara di indonesia juga bisa kita amati dari perkembagan paradigmanya. Setelah kemerdekaan terjadinya pergeseran perkembangan administrasi negara, OPA ( 1887- 1987) pada masa ini administrasi dinilai masih sangat klasik, lebih menekankan kepada apa yang diperintahkan pejabat politik adanya dikotomi politik untuk mencegah KKN dan tidak melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan pemerintahan. Kemudian bergeser menjadi NPM ( 1990- 2000), dimana pemerintah mencoba untuk memperbaiki kinerja pemerintah yang lamban dalam memberikan pelayanan publik dengan memasukkan prinsip kewirausahaan yang ada dalam organisasi yaitu menjadikan sector private kedalam organisasi publik sehingga peran pemerintah sangat sedikit, oleh karena itu pada masa ini terjadi kesenjangan hanya orang yang mampu membayar yang dilayani. Dan selanjutnya bergeser menjadi NPS ( 2000- sekarang ), atas kritikan dari paradigma OPA dan NPM yang belum mampu memberikan dampak yang sejahtera, ketidakadilan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat maka digeserkanlah dari prinsip good goverment menjadi good govenance yaitu adanya kerja sama antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk menciptakan kestabilan dalam pelayanan publik dan dampak kesejahteraan bagi masyarakatnya. NPS mengandung beberapa prinsip diantaranya:
1.      Melayani WNI sebagai pelanggan melalui pajak yang mereka bayar.
2.      Mengutamakan kepentingan publik.
3.      Akuntabilitas disetiap perencanaannya.
4.      Mementingkan kewarganegaraan daripada kewirausahaan.


3.    Terjadinya pemisahan antara ilmu politik dengan administrasi negara pada paradigma yang dikemukakan oleh Nicholas Henry pada paradigma tersebut adanya dikotomi antara ilmu politik dan administrasi negara, dikarenakan fokus ilmu politik hanya pada pembuatan kebijakan dan mewujudkan keinginan ( anspirasi) rakyat, memecahkan segala permasalahatan didalam masyarakat, kedudukannya sebagai legislatif. Sedangkan administrasi negara hanya memberikan perhatian kepada pelaksanaannya atau implementasi dari kebijakan yang diterapkan ataupun aspirasi masyarakat bisa dikatakan sebagai eksekutif bukan legislatif. Oleh karena itu ilmu politik tidak bisa disatukan harus dipisahkan antara administrasi negara dengan ilmu politik.


4.    Perbedaan sistem presidensial, parlementer, komunis dan campuran.
·      Presidensil
kepala negara dan kepala pemerintahan adalah presiden. Adanya prinsip pemisahan kekuasaan : eksekutif, legiskatif, dan yudikatif. Eksekutifnya tidak memiliki wewenang untuk membubarkan parlemen. Presiden yang mengangkan menteri dan menteri bertanggung jawab kepada presiden. Contohnya : Filipina, presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden dipilih untuk 6 tahun masa jabatan.
·      Parlementer
Sistem pemerintahan dimana parlemen memiliki peran penting dalam pemerintahan. Parlemen yang memilih sendiri menterinya dan Menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen bukan kepada presiden. Parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat perdana mentri, bahkan dapat menjatuhkan pemerintah, dengan cara mengeluarkan mosi tidak percaya. Kepala negara adalah raja, sutan dan ratu, sedangkan yang menjadi kepala pemerintahan adalah perdana mentri.
Contohnya : Malaysia, bentuk kepala pemerintahan malaysia adalah monarki konstitusional, yaitu berupa negara kerajaan yang diatur oleh seorang raja yang disebut yang di- pertuan agong sebagai kepala negara. Sdangkan kepala pemerintahannya dalah perdana menteri.
·      Campuran
Dalam sistem ini hanya diambil yang terbaik dari sistem presidensil dan parlemen. Presiden sebagai kepala negara juga memiliki perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan campuran apabila suatu kabinet ingin menjatuhkan pemerintahan namun presiden tidak kehilangan jabatannya walaupum memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah. Namun yang jatuh hanyalah mentri dan perdana menteri saja. Contoh : Prancis, republik islam Iran dibawah kekuasaan Imam Ayatullah Rohullah Khomeini yang diasingankan di Perancis, mencoba demokratisasi Islam dengan cabinet perdana menteri maupun presiden dapat dijatuhkan oleh parlemen, tetapi beliau sendiri sebagai Imam tetap berada pada posisi kepala negara. Yang dapat dijatuhkan hanyalah perdana menteri dan menteri-menteri.
·      Komunis
Paham komunis berawal dari kekecewaan suatu kekuasaan di gereja sehingga membentuk prinsip tidak mempercayai adanya tuhan, sistem ini hanya menganut satu partai, alat –alat produksi dikuasai oleh negara demi kemakmuran rakyat, namun kenyataannya keuntungan tersebut hanya untuk para elit politik saja. Kepala pemerintahan dan negaranya dijabat oleh pimpinan partai politik, baik dari pusat sampai kedaerah. Contohnya : Republik Rakyat Tingkok yang sudah berdiri sejak tahun 1940 adalah negara yang menganut paham komunis pada abad ke-20 yang lalu. Pemerintahan RRT mempunyai satu partai saja, yaitu partai komunis.


5.    Struktur ketatanegaraan lembaga aparatur negara sebelum dan sesudah terjadinya amandemen UUD 1954.
·      Struktur ketatanegaraan lembaga aparatur pemerintahan sebelum amandemen adalah kekuasaan tertinggi berada ditangan MPR. Sebagai lembaga negara tertinggi saat itu MPR ditetapkan dalam UUD 1945 sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Sebagai pemegang kedaulatan rakyat MPR mempunyai wewenang memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Oleh karena itu mempunyai wewenang memilih dan
mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. MPR mempunyai wewenang untuk
memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden sebelum masa jabatannya berakhir
apabila Presiden dan Wakil Presiden apabila dianggap melanggar. Adanya DPA ( Dewan Pertimbangan Negara ).

·      Struktur ketatanegaraan sesudah amandemen MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, namun setelah amandemen MPR setara dengan lembaga yang lainnya, kekuasaan tertinggi berada pada UUD 1945. Setelah amandemen DPA dihapuskan karena fungsinya tidak relavan dan digantikan dengan DPD. DPD tidak menggantikan tugas dari DPA namun DPD menjadi tangan kanan pemerintah pusat ke daerah. Sebelum amandemen UUD 1945, MA berwenang menguji undang- undang setelah amandemen dipecahkan lagi dengan adanya MK ( bertugas sebagai penguji undang-undang ) dan KY( bertugas mengawasi peradilan di Indonesia ). Setelah amandemen dikelompokkan lah menjadi yudikatif  yang terdiri dari MK, MA, dan KY, sedangkan eksekutif terdiri dari presiden, wakilnya dan menteri, sedangkan legislatif terdiri dari MPR didalamnya terdiri dari DPR dan DPD. 
Back To Top